ssweetdalgi

(Sasha's pov)

Hari ini, Markala akan pergi. Jauh dari sini. Kenapa Canada sih? Ada apa disana?

Padahal gue baru mulai suka sama dia. Kenapa malah pergi?


(author's pov)

“Kenapa lo? Diem-diem bae ngopi napa ngopi.” tanya Dewa yang melihat Sasha bengong daritadi.

Saat ini mereka tengah berada di kantin. Sasha, Bintang, Dewa, Reno, dan Juna duduk satu meja. Sasha memang selalu bergabung dengan geng Bintang jika Mega tak masuk.

“Lagi galau tu anak.” jawab Bintang.

“Bisa galau juga lo? Genjreng No, galau-galau enaknya nyanyi” kata Dewa.

“Yahh ga bawa gitar gue.” jawab Reno.

“Emang galau kenapa lo Sha?” tanya Juna.

“Kepo kayak dora lo.” jawab Sasha.

“Gue tebak pasti si Kala.” kata Dewa.

“Sok tau.” jawab Sasha.

“Oh si Kala berangkat sekarang kan ya.” kata Juna.

“Kalo gue jadi elo sih gue samperin ke bandara sekarang juga Sha.” kata Reno.

“Yee lo kira AADC, Cinta nyamperin Rangga.” kata Dewa.

“Boleh ga ya tapi? Ayoklah anterin Na, ke bandara.” kata Sasha kepada Bintang sambil siap-siap untuk berdiri.

“Weitszz, main pergi aja lo, nanti ulhar bu Ria mau skip?” kata Bintang.

“Bilang aja gamau Sasha ketemu Kala.” kata Dewa sambil berbisik ke Reno dan Juna sambil tertawa kecil.

“Yaudahlah.” kata Sasha, kembali menggalau.


(Sasha's pov)

Kak Kala, baik-baik ya disana. Makasih udah selalu ada buat gue. Meskipun sebentar, lo tetep punya tempat spesial di hati gue. Semoga disana lo bahagia, mungkin bakal punya cewe yang lebih dari gue. Gue juga bakal dapet cowo yang baik kayak lo kak, tapi semoga gaakan pernah pergi. Makasih kak Kala, baik-baik ya disana.

Selamat tinggal, Markala.


“Niih eskrim lo.” kata Bintang sambil menyodorkan eskrim rasa stroberi kesukaan Sasha.

“Makasih.” jawab Sasha singkat.

“Hemat banget lo ngomong, abis baterai lo?” tanya Bintang ke Sasha.

“Ga mood.”

Sasha memakan eskrimnya dengan pelan, menahan tangis.

Tapi apa daya, tetap saja ia meneteskan air mata. Bintang yang melihat Sasha tiba-tiba menangis panik.

“Lo kenapa? Keselek eskrim? Tapi masa keselek eskrim? Lo kenapa?”

Sasha hanya menggeleng. Kini ia benar-benar menumpahkan semua air matanya.

“Tenang dulu Ca, kalo udah lega, nanti cerita.” ucap Bintang pada Sasha, menunggu temannya itu tenang.


“Kak Kala mau pergi.” kata Sasha setelah lega dengan tangisnya.

“Hah? Kemana?” tanya Bintang.

“Katanya pertukaran pelajar.” jawab Sasha.

Bintang hanya mengangguk.

“Ca, lo suka sama Kala?” tanya Bintang.

Sasha.. Tak tahu harus menjawab bagaimana.

“Ca, tenang aja ya. Masih ada gue. Gue gabakal ninggalin lo.”

“Masa?”

“Iya.”

“Ok.”

“Lo jangan hemat-hemat kalo ngomong, kayak bukan lo. Apa perlu gue panggil Dewa ni buat ngelawak? Tapi lawakannya garing sih.”

“Ga, gue mau eskrim aja.”

“Yaudah ni eskrim gue buat lo aja, belom gue makan noh.”

“Oke mksie.”

“Heran, dipancing eskrim doang langsung berubah.”

Yang dibicarakan hanya senyum-senyum dengan muka merah sehabis menangis sambil makan eskrim.


Tetapi, di dalam hati Sasha, ia masih ingin menangis. Tak tau kenapa, padahal ia dan Kala baru dekat tak begitu lama.


Hari demi hari pun berlalu. Kala dan Sasha semakin sering bersama, entah itu berangkat sekolah bersama, pulang sekolah bersama, bahkan malam mingguan berdua.

Banyak orang yang membicarakan mereka karena semakin dekat. Mereka berdua pun merasa memang akhir-akhir ini semakin dekat.


Di sisi lain, Bintang, pria yang satu ini merasa memang keberadaannya merasa tergantikan.

“Padahal baru aja gue deket lagi sama Caca.” batinnya.


Hari itu, Kala dan Sasha sedang jalan-jalan menikmati malam minggu. Sepertinya sudah beberapa kali mereka menghabiskan malam minggu bersama, meskipun hanya berkeliling kota.

Mereka berbincang-bincang banyak hal. Hingga satu notif pesan mengalihkan pembicaraan mereka.


13 Agustus. Hari ini, hari lahirnya. Nana. Begitu aku sering memanggilnya. Pria yang beberapa tahun terakhir ini selalu mengisi hari-hariku.

Kami duduk di tepi pantai. Menikmati suasana pantai dengan matahari yang hampir terbenam.

“Udah mau tenggelam tu mataharinya, make a wish!!” kataku.

Ia pun menutup matanya, membuat sebuah harapan.

Aku menatapnya. Indah. Menurutku, ia mempunyai mata paling indah dan senyum paling manis yang pernah aku lihat. Tak ada yang menandinginya.

Ia tak pernah meminta hadiah apapun. Bahkan jika aku menawarkannya, ia tetap tak mau.

Katanya, ia hanya perlu aku tetap disisinya.

“Na, kamu beneran gamau hadiah apa gitu?”

“Gausah, aku udah dapet hadiah yang paling berharga.”

“Emang apa hadiahnya?” tanyaku penasaran.

Siapa yang memberikannya?

“Kamu.” jawabnya singkat sambil tersenyum menatapku.

“Aku nanya beneran ih!”

“Aku juga jawab beneran,” Dia membenarkan posisinya, berada di depanku, dan menatapku, “Kamu tau apa wish aku setiap kali kita kesini?” tanyanya.

Aku menggelengkan kepala.

“Harapanku selalu sama. Aku mau kamu selalu ada buat aku. Aku cuma butuh kamu selalu ada disampingku. Aku bersyukur sampai sekarang kamu tetap disampingku. Makasih ya, kamu selalu ada buat aku. Maaf kalo aku suka bikin kesel kamu, belum bisa jadi yang terbaik buat kamu. Kamu selalu sabar ngehadapin aku. Kamu selalu dengerin aku dulu. Kamu selalu ngasih tau aku kalo salah, ya meskipun ada ngomel-ngomelnya. Aku beruntung punya kamu. Kamu itu hadiah buat aku. Aku cuma mau ada buat kamu, kamu ada buat aku. Tetap disampingku ya?”

Aku menatapnya dari tadi. Mendengarkan kata per kata yang ia katakan. Tanpa sadar air mataku sudah membendung, bersiap untuk jatuh.

Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya. Dan langsung memeluknya.

“Aku akan selalu ada buat kamu, Na. Selalu. Setidaknya, sampai beberapa waktu yang tersisa.” kataku, dalam hati.

Selamat Ulang Tahun, Nana.

.

END.

“Halo Shaa.” kata Markala memulai percakapan.

“Iya halo kak hehe.” jawab Sasha awkward.

“Gausah canggung gitu lah Shaa, haha kayak sama siapa aja.” kata Markala sambil tertawa.

“Iya kak hehe.” jawab Sasha masih canggung.

“Sebenernya waktu itu gue mau nyanyiin ini lagu sendiri, tapi terus ada Juna kan, yaudah kita nyanyi lagu yang itu.” jelas Markala.

“Ooh gituu, kenapa ga nyanyi dua kali aja kak gitu hehe” tanya Sasha.

“Kata panitia sih satu aja, yaudah lah ngikut aja gue, malah sekarang ini lagu bisa gue nyanyiin pertama kali ke lo kan Sha.” jelas Markala lagi.

“eh? Hahaha iya ya kak.” jawab Sasha canggung lagi.

“Lo gausah canggung gitu lah Sha hahaha, lucu banget sih,” kata Markala gemas, “Bentar ya gue ngambil gitar dulu.”

“oke kak.” jawab Sasha.

Setelah mengambil gitarnya, Markala lalu memainkan gitarnya sambil menyanyikan lagu yang ia persembahkan untuk Sasha.

Selama ber-video call mereka mengobrol banyak hal, bergurau, dan lain hal.


Apa kau tahu bagaimana perasaanku? Benci, kecewa, marah. Kukira hanya ada aku dihatinya. Ternyata sebaliknya.

Aku berusaha melakukan apapun agar aku dan dia tetap bersama. Tetapi apa yang malah terjadi kini?

Apa yang membuatnya jatuh hati pada perempuan itu? Dia cantik. Terlihat lebih baik dalam banyak hal. Mungkin memang dia lebih bahagia bersamanya. Entahlah, aku jadi iri.

Kukira aku sudah melupakannya. Haha ternyata tak semudah itu. Peranku, sudah tergantikan oleh perempuan itu.

Tapi lihatlah, dia sama saja. Caranya memperlakukannya, sama seperti saat bersamaku. Dia kira dia spesial? Semua itu sama seperti saat ia bersamaku.

Rasanya, ingin aku ingin meluapkan emosiku. Meneriakinya sampai aku lega. Tapi aku tidak bisa. Aku tak mau bersikap bodoh hanya karena dia.


Aku tahu aku egois. Aku tak bisa melepasnya. Padahal ia sudah punya pengganti. Menjalani hidup tanpaku. Apakah aku juga bisa seperti itu? Tinggal aku yang masih terjebak dengan masa lalu.

Aku memang takut kehilangan. Tapi, kupikir-pikir lagi, inilah hidup. Mungkin memang aku tak perlu memikirkan itu. Bara dan Aku, sudah menjadi masa lalu.

Aku yakin akan baik-baik saja, tanpa-nya.

. . .

END.


“Cinta, I love you.” kalimat itu, mampu membuatku terpaku.

Untukku, yang sangat mendambakan kasih sayang, kalimat itu sangat berarti. Yang bahkan orangtuaku tak pernah lagi mengatakan itu kepadaku.

Bara namanya. Orang yang membuatku buta akan cintanya. Tetapi karnanya, aku seperti menemukan tujuan hidup. Memang sepertinya terlalu berlebihan. Tapi, memang itu yang aku rasakan.


Tanpa sadar, aku jatuh terlalu dalam. Terlalu buta, ternyata itu tidak baik juga. Aku tak sadar ada sesuatu yang berbeda.

“I love you.” kalimat itu, sama seperti waktu itu. Tapi, bukan untukku.

Aku pura-pura tidak tahu. Aku takut. Jika aku membicarakannya, kita tak akan lagi seperti seharusnya.


“Kamu belakangan sibuk banget ya Bar?” tanyaku kepadanya.

“iya.” jawabnya singkat tak seperti biasanya.

Aku ingin menanyakan tentang dia dan perempuan yang bersamanya waktu itu.

“Bara, aku mau nanya deh. Waktu itu aku liat kamu sama cewe, itu siapa?” tanyaku kepadanya. Jantungku berdegup kencang. Akan seperti apa reaksinya?

Ia memandangku. “Kamu tumben pake full make up gini biasanya bodoamat.” katanya.

Jelas sekali ia mengalihkan pembicaraan. Bahkan ia tak bertanya dimana aku melihatnya.

“Bara, aku nanya.” kataku penuh penekanan.

“Temen.” jawabnya singkat lagi.

“Cantik ya dia? Baik?” tanyaku lagi.

“Kamu kenapa sih Ta? Insecure sama dia? Itu temen. Udah ya? Aku gamau kita berantem gara-gara dia.” katanya dengan wajah agak kesal.

Aku diam. Aku juga tak tau, hanya saja, aku merasa perempuan itu lebih sempurna. Bukankah seharusnya dia menenangkanku? Laki-laki lain pasti akan meyakinkan pacarnya dengan mengatakan 'kamu lebih cantik, kamu juga baik.' Bukankah begitu? Aku jadi takut.

“Aku takut kehilangan kamu, Bara.” batinku.


“Kita putus aja ya?”

Bukan, buka aku yang mengatakannya. Bara yang mengatakan itu kepadaku.

“Hah? Gimana?” tanyaku kepadanya tak mengerti.

“Udah ya, Ta?” katanya lalu pergi begitu saja.

Aku masih disitu. Mencoba mencerna kata-katanya.

Putus? Bukankah seharusnya aku yang bicara begitu? Bukankah dia yang menduakanku? Kenapa seolah-olah disini aku yang salah?

Aku tak percaya ia akan mengatakannya. Bayangkan, aku yang tersakiti, diam saja. Sedangkan dia dengan seenak jidatnya mengatakan itu tanpa beban dan pergi tanpa alasan.


Beberapa waktu telah kulewati. Tanpa dia. Tetapi tebak apa yang selanjutnya terjadi.

Hari itu, ia dengan percaya dirinya, tak ada rasa sesal apapun, membawa perempuan waktu itu. Di depanku.

“CACAAAA” Sasha mendengar suara teriakan memanggil namanya. Tidak heran lagi, ia langsung bersiap dan keluar.

“IYAA” jawab Sasha juga teriak sambil berjalan membuka pintu rumahnya.

“udah siap kan?” tanya seseorang yang memanggilnya tadi yang tak lain adalah Bintang.

“udah” jawab Sasha.

“yaudah buruan naik” kata Bintang.

“bentar, bentar, apaan ni anjir wangi banget lo mandi pake parfum?” omel Sasha mencium bau parfum yang sangat menyengat.

“tadi tu gue kira kurang gituu soalnya gue nyium bau-bau apaa gitu, terus mprotin banyak kok belom ilang tu bau, eh ternyata ada tai kucing di balkon” jelas Bintang.

“hahaha balkon lo tempat strategis buat pup kucing soalnya” kata Sasha sambil ketawa.

“hmm, yaudah buruan naik nanti telat ga dapet depan lo ngomel” kata Bintang.

“iya iyaa, tapi ini parfum lo gabisa di minimalisir apa wanginya” kata Sasha.

“udah nanti juga ilang sendiri, buruan” kata Bintang.

Sasha menaiki motor milik Bintang, lalu berangkat.

“CACAAAA” Sasha mendengar suara teriakan memanggil namanya. Tidak heran lagi, ia langsung bersiap dan keluar.

“IYAA” jawab Sasha juga teriak sambil berjalan membuka pintu rumahnya.

“udah siap kan?” tanya seseorang yang memanggilnya tadi yang tak lain adalah Bintang.

“udah” jawab Sasha.

“yaudah buruan naik” kata Bintang.

“bentar, bentar, apaan ni anjir wangi banget lo mandi pake parfum?” omel Sasha mencium bau parfum yang sangat menyengat.

“tadi tu gue kira kurang gituu soalnya gue nyium bau-bau apaa gitu, terus mprotin banyak kok belom ilang tu bau, eh ternyata ada tai kucing di balkon” jelas Bintang.

“hahaha balkon lo tempat strategis buat pup kucing soalnya” kata Sasha sambil ketawa.

“hmm, yaudah buruan naik nanti telat ga dapet depan lo ngomel” kata Bintang.

“iya iyaa, tapi ini parfum lo gabisa di minimalisir apa wanginya” kata Sasha.

“udah nanti juga ilang sendiri, buruan” kata Bintang.

Sasha menaiki motor milik Bintang, lalu berangkat.

Sasha yang daritadi rebahan di kasurnya, tiba-tiba dikejutkan oleh suara teriakan seseorang.

“CA, CACAA MAIN YOK” teriak seseorang yang diketahui suara laki-laki yang terus memanggil Sasha.

“anjir si nana” umpat Sasha yang langsung berdiri dan segera turun ke bawah menghampiri sang pemilik suara yaitu Bintang.

Kalah cepat, ternyata Ibunya sudah lebih dulu membukakan pintu. “ca, sini nih ada nana ngajakin main sepedaan katanya” kata sang Ibu kepada Sasha.

Sasha menghampiri Ibunya yang sedang duduk di teras rumah bersama Bintang. “na, besok-besok aja deh yaa? mager nih guee” kata Sasha kepada Bintang.

“eh caca kok gitu sih nana udah dateng kesini loh, masa mau disuruh pulang” kata Ibu Sasha menyela.

“rumahnya kan cuma depan situ buu” rengek Sasha yang kelewat mager itu.

“ih udah sana gih siap-siap jarang-jarang kan kamu keluar rumah, kerjaannya main hp teruss” kata Ibu Sasha sambil mendorongnya ke dalam agar siap-siap.

Mau tak mau Sasha menuruti kata Ibunya kalau tidak, gaakan dapet uang jajan bisa-bisa.

Sasha sudah bersiap, lalu ia mengeluarkan sepedanya, entah kapan terakhir kali ia memakainya.

“nahh gitu dong, sekali-kali menghirup udara segar apalagi sore-sore gini enak banget” kata Ibu Sasha saat Sasha sudah berada di depan.

“yaudah caca berangkat ya bu” kata caca sambil mencuim tangan Ibunya.

“caca nya pinjem bentar ya bu, nanti dibalikin lagi kok hehe” kata Bintang kepada Ibunda Sasha yang disusul dengan mencium tangan Ibu Sasha juga.

“kamu ini kayak sama siapa aja, dulu waktu kecil juga sering main bareng sampe magrib, yaudah sana berangkat hati-hati ya nak” kata Ibu Sasha.

“iyaa buu” kata Bintang dan Sasha kompak.


—di perjalanan

“woy mau kemana ni muter-muter doang daritadi capek ni gue” tanya Sasha yang berada di belakang Bintang.

“ke taman aja mau ga?” kata Bintang sambil memelankan laju sepedanya menjadi beriringan dengan Sasha.

“boleh kuy gas ngeng” kata Sasha yang sekarang ngebut mendahului Bintang yang hanya geleng-geleng melihat kelakuan teman sejak kecilnya itu.


—di taman

“gue nyampe duluan, yang kalah jajanin es krim” kata Sasha setelah sampai di taman dan langsung menunjuk penjual es krim tidak jauh dari tempat parkir mereka.

“dih apaan belom ada persetujuan” kata Bintang tidak setuju

“sejak kapan kita setuju-setujuan? Ayok beli es krim keburu abis na” kata Sasha sambil menarik kaos Bintang ke penjual es krim. Bintang hanya pasrah melihat Sasha seperti itu, dan sedikit membatin, “hah ga berubah lo ca dari dulu, lucu banget sih”

“bang beli yang rasa stroberi 2 ya” kata Sasha kepada abang es krim.

“ca lo lupa? gue kan ga suka stroberi” kata Bintang kepada Sasha.

“oh, engga kok”

“terus, kok stroberi?”

“ya itu buat gue, lo kalo mau pesen lagi”

“yee sialan, udah dibeliin juga”

“hehehe”


Nana dan Caca menyantap es krim mereka sambil berbincang-bincang.

“btw gue masih inget deh waktu kita diem-dieman 3 tahun waktu smp” kata Bintang.

“ah lo mah diingetin lagi, keinget kan gue, iya baru ngobrol lagi sma sekarang” jawab Sasha.

“hahaha, kenapa sih waktu itu? gara-gara gue sama Enzy ya?”

“hah Enzy? siape?”

“iya Enzy yang anak baru waktu kelas 6, satu smp sama gue juga waktu itu”

“OHH SI CABE” kata Sasha terlalu keras sampai orang-orang melihat ke arahnya.

“oohh si cabe yang sering nempelin lo itu, dulu jambak-jambakan gue anjir sama dia gara-gara dia gasuka gue deket-deket lo, yaa itu juga sih, tapi masalah utamanya bukan itu” kata Sasha sekarang memelankan suaranya.

“hahaha, terus kenapa dah?” tanya Narendra

“Itu tu gara-gara lo! waktu itu gue minta contekan ga lo kasih, berhari-hari lo cuekin gue, kalo gue minta jawaban pura-pura ga denger padahal kita dulu sohib banget kalo masalah contek-mencontek. Terus ada lagi, gara-gara kita ga satu smp padahal kita dulu janji bakal satu sekolah eh lo malah satu sekolah sama si cabe, terus lo jarang ngajak main gue juga seringnya main sama temen smp lo” jelas Sasha panjang lebar.

“HAHAHAH maap ya ca, WKWK gatau juga kenapa gue dulu, sekarang partner nyotek lagi sabi lah”

“gampang itumah cees lagi ya kita fren🤜🏻🤛🏻” kata Sasha ditambahi tos dengan Bintang.