ssweetdalgi

“Bintang, nanti lo anter gue pulang kan? Gu gaada yang jemput soalnya.” ucap Enzy.

“Iya.” jawab Bintang singkat. Sebenarnya malas, tapi karena ada bundanya disini, daripada kena omel lebih baik turuti saja.


“Makasih ya Bintang udah nganterin. Oh iya, lo mampir bentar dong.”

“Gausah Zy, langsung aja.”

“Bentaaarr, ada yang mau gue kasih ke lo.”

“Apaan?”

“Ya sini dulu, turun.”

Bintang pun turun. Tak tahu kenapa tapi ia penasaran apa yang akan diberikan Enzy.

“Mamaa, Enzy pulang.” teriak Enzy saat memasuki rumah.

“Udah pulang Zy, eh ada tamu. Bintang ya?” kata Mama Enzy. Mereka pernah bertemu, saat ia mengikuti acara pernikahan bersama bundanya saat itu.

“Iya tante.” jawab Bintang.

“Sini duduk dulu.”

“Bentar ya gue ambil dulu di kamar.” kata Enzy.

Bintang mengangguk.

//

“Bintang, ini.” ucap Enzy yang keluar dari kamarnya membawa sebuah gantungan boneka kelinci.

“Hah? Maksudnya?” bingung Bintang.

“Lo lupa? Itu dari lo dulu, waktu sd Bintaang.”

Bintang kembali mengingat-ingat.

“Oh, iya.”

“Inget?”

Bintang hanya mengangguk. Sebenarnya itu bukan untuk Enzy. Dulu ia akan memberikannya pada Sasha, tetapi Enzy malah kepedean kalau itu untuknya. Alhasil Bintang biarkan saja.

“Kalian deket ya?” tanya Mama Enzy yang sedari tadi menemani Bintang.

“Lumayan Ma, kenapa deh nanya-nanya gitu ih.” jawab Enzy.

“Gapapa sih, mama suka aja, Bintang baik Zy.”

“Makasih tante.” ucap Bintang sambil tersenyum sedikit.

“Kalian kalau misalnya Mama jodohin aja gimana? Kan Bunda kamu temen Mama, Bintang.”

“Eh? Ga-”

“Mau banget lah Ma, iya kan Bintang?” jawab Enzy semangat lalu merangkul lengan Bintang.

Bintang hanya tersenyum. Mau jawab apa coba? Lagian aneh banget Enzy ini, kenapa sih nempel terus.


Cila berada di taman. Hanya ditemani lampu-lampu taman yang redup, ia duduk di salah satu bangku taman yang berdekatan dengan kolam. Sepi, karena memang sudah hampir tengah malam.

Taman ini cukup menyimpan memori untuknya, dan Dika. Setiap kali mereka bertemu pasti selalu singgah di taman ini. Pun tempat ini adalah saksi bisu Dika menyatakan perasaannya pada Cila kala itu.


“Cila.” panggil seseorang yang mulai mendekati Cila.

“Dika, kamu ngapain kesini?”

“Aku mau jelasin ke kamu.”

“Jelasin apa lagi? Kalo itu cuma ga sengaja? Kamu ga sadar?”

“Cila.. Maaf.”

“Diluar itu sengaja atau engga, pasti kamu suka sama dia. Sedikit apapun rasa sukamu itu. Gamungkin kamu ngelakuin itu kalau ga ada rasa apapun.”

“Maaf Cila, maaf. Tapi aku sayang sama kamu.”

“Dika, kata sayang jadi gampang diucapkan ya? Aku ngerasa, semakin lama hubungan kita, malah semakin pudar rasa kita. Jangan bohongi perasaan sendiri. Buktinya udah ada, kalau beneran rasa kamu masih utuh, gamungkin kamu ngelakuin itu. Gamungkin kamu menerima rasanya. Kamu udah bosan. Jadi, kalau kita masih lanjutin ini buat apa lagi? Memang udah waktunya, Dika. Itu kata takdir.”

“Kita bisa perbaiki kalau kita mau.”

“Melawan takdir? Tapi kalau udah kadaluarsa buat apa? Kamu sibuk sama urusanmu, aku sibuk sama urusanku. Apa yang mau dipertahanin? Aku awalnya mikir ini gaakan jadi masalah. Cuma masalah biasa dalam hubungan. Bosan itu wajar. Tapi ternyata ada tokoh lain. Aku selalu percaya sama kamu, Dika. Tapi sekarang, aku gabisa. Hubungan ini udah ga baik-baik aja. Dan aku udah memilih yang terbaik. Yang baik buat aku dan kamu. Kita selesai disini.”

“Kasih aku kesempatan sekali lagi Cila, please. Aku pernah bilang kan sama kamu, aku gaakan ninggalin kamu.”

“Iya, kamu gaakan ninggalin aku. Tapi percuma kalau hatimu bukan cuma buat aku. Aku gabisa lagi. Udah ya? Aku pergi duluan.”

Cila akan pergi meninggalkan tempat itu. Tetapi langkahnya dihentikan oleh Dika.

Dika langsung memeluknya.

“Sebentar aja, Cila.”

Cila diam. Tidak menolak pelukan Dika.

Cukup lama.

“Aku anterin kamu sampe rumah.” kata Dika.

“Gausah, Dika.”

“Please, terakhir.”

Cila pasrah. Mungkin ini juga kali terakhir ia akan bertemu Dika. Dan, selesai.


Jam pelajaran sudah selesai. Murid-murid bersiap untuk pulang.

Sasha dan Bintang seperti biasa, pulang bersama.

“Yuk, Bintang.” ajak perempuan yang sekelas dengannya itu yang langsung merangkul lengannya.

Bukan, bukan Sasha. Itu Enzya.

“Kita jadi kan hari ini? Di rumah lo, langsung aja.” kata Enzy lagi.

“Pulang dulu lah.” jawab Bintang risih.

Seperti deja vu, pikir Sasha.

“Lo kerkom nya sekarang?” tanya Sasha ke Bintang.

“Iya, lo sama Dewa kan, bareng Dewa aja.” jawab Enzy yang tak ditanya.

Deja vu lagi.

“Iya gue bareng Dewa. Gue juga mau ngerjain.” jawab Sasha.

“Yaudah yuk Bintang.”


“Wa, jangan langsung ke rumah gue, mampir dulu kemana gitu.” ucap Sasha.

“Kemana?”

“Ya kemana gitu, beli cemilan dulu deh yuk.”

“Emang kenapa? Biar ga ketemu Bintang?” tanya Dewa sambil menyenggol pundak Sasha.

“Engga, gaada cemilan di rumah.”

“Masaa?”

“Iyaa.”

“Bukannya lo cemburu Bintang sama Enzy?”

“Engga.”

“Masaa?”

“Iyaa, ah udahlah cepetann.”

“Iyaiya wkwk.”


Sesampainya di rumah, Sasha turun dari motor Dewa. Tetapi, ada sesuatu yang mengalihkan mata mereka.

“Lah, si Enzy nempel amat sama Bintang.” celetuk Dewa.

“Buruan masuk sebelum gue tutup ni gerbang.”

“Iyaiyaa santai dong Shaa.”


“CACAAAAA” panggil Bintang saat sudah tiba di depan rumah Sasha.

“IYAA” jawab Sasha dan menghampiri Bintang yang berada di depn rumahnya.

“Nih, martabak manis extra keju.”

“Makasih.”

“Lo gamau nanya apa gitu?”

“Nanya apa?”

“Harganya ini? Gue harus bayar?”

“Engga Cacaa bukan itu, gaperlu bayar.”

“Terus?”

“Lo mah gaseru.”

“Apaan? To the point aja dong.”

“Yaudah gue mau klarifikasi nih, meskipun lo ga nanya,” kata Bintang, “Tadi tu gue mampir makan karena si Enzy brisik banget, akhirnya mau gamau gue turutin. Tapi dia doang kok yang makan, kan tadi gue udah sama lo hehe. Klarifikasi selesai.”

“Oh yaudah.”

“Takutnya lo salah paham.”

“Engga.”

“Beneran?”

“Bener.”

“Ah yang beneerrr.”

“Iyaa, udah sana lo balik.” ucap Sasha sambil mendorong Bintang.

“Yaudah kalo gitu gue masuk rumah, byee.” kata Bintang sambil nge-wink dan kiss-bye.

Sasha sedikit tertawa melihat tingkahnya.


Bintang dan Sasha kini berada di tempat makan setelah bermain.

Saat mereka sedang asyik berbincang tiba-tiba seseorang menghampiri meja mereka.

“Eh Bintang! Kita ketemu lagi.”

Mereka berdua menoleh ke orang yang memanggil Bintang.

Dia Enzy. “Kenapa belakangan ini selalu ada Enzy saat mereka hanya berdua?” batin Sasha.

“Lo ngapain di sini?” tanya Bintang to the point.

“Lagi jalan-jalan aja sendiri.” jawab Enzy.

“Sendiri?” tanya Sasha.

“Iya,” jawab Enzy lalu mengajak bicara Bintang lagi, “Bintang, lo anterin gue pulang mau ga? Gue kan sendiri, gaada yang jemputt. Lo pulang sendiri bisa kan Sha?”

Lagi dan lagi. Kenapa sih si Enzy ini? Selalu menganggu saat Bintang bersama Sasha.

“Yahh gabisa.” jawab Sasha.

“kok lo gitu sih Sha? Gue sendiri loh. Udahlah gue juga gaperlu ijin lo, lo kan bukan siapa-siapanya Bintang. Yuk Bintang anterin gue pulang.” kata Sasha sambil menarik Bintang.

Sasha diam saja. Tak mungkin ia meneriakinya. Ini tempat umum. Sasha masih waras.


Bel pulang sekolah berbunyi, menandakan berakhirnya jam pelajaran hari ini.

Seperti biasa, Bintang dan Sasha selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Sudah rutinitas. Apalagi setelah kejadian di pantai waktu itu. Bukannya canggung, justru mereka berdua semakin dekat. Ya, meskipun belum juga ada kejelasan.

Saat Bintang dan Sasha ingin keluar kelas, tiba-tiba ada yang menarik lengan Bintang dari belakang.

“Bintangg, gue nebeng dongg, gaada yang jemput niih.” kata seseorang dengan manja yang tak lain adalah Enzy.

“Gue udah ada barengan Zy.”

“Siapa?” tanya Enzy yang langsung melirik Sasha.

Yang dilirik hanya diam saja memasang muka datarnya.

“Oh Sasha ya? Sha tolong ya, hari ini gue yang pulang bareng Bintang ya? Gue gaada yg jemput soalnya. Lo kan udah sering tuh sama Bintang.”

“Ni cabe kenapa sih.” kata Sasha dalam hati.

“Terus dia bareng siapa?” kata Bintang.

“Ya siapa kek. Ayo lah Bintang, Sha lo bujuk Bintang dong.”

Sasha hanya diam saja daritadi. Karena memang disitu masih ada teman sekelasnya yang daritadi menguping percakapan mereka.

“Waduhh apa ni. Jadi Enzy apa Sasha, Tang?” kata Dewa menghampiri mereka.

“Nah, Sasha bareng Dewa aja gimana?” kata Enzy.

Sasha menghela nafasnya. Daripada makin panjang, toh Enzy tidak akan mengalah juga.

“Gue bareng lo ya, Wa.” kata Sasha.

Bintang kaget, tak mengerti apa maksudnya. 'Males banget' katanya dalam hati.

“Nah, gitu dong yuk Bintang.” kata Enzy langsung menarik lengan Bintang dan keluar kelas menuju parkiran.

“Terus gue nganterin lo nih, Sha?” tanya Dewa.

“Gamau lo?”

“Mau atuh, hayuklah, tapi bagi jawaban tugas mtk ya hehe.”

“Cih ada maunya, yaudah nanti sekalian aja dirumah gue.”

“Sip, gaskuy.”


Sesampainya di rumah Sasha, Dewa turun terlebih dahulu untuk mengerjakan tugas matematika bersama Sasha.

Beberapa saat kemudian, Bintang tiba dirumahnya sehabis mengantar Enzy. Melihat ada motor Dewa yang masih terparkir di depan rumah Sasha, membuatnya penasaran.

“Woy ngapain lo pada.” tanya Bintang saat melihat Sasha dan Dewa yang berada di teras. Ia pun menghampiri mereka.

“Nih, M T K.” kata Dewa.

“Mau juga dong.” kata Bintang langsung mengeluarkan ponselnya dan memfoto pekerjaan mereka.

“Enak banget ya kalian gue doang yang mikir kalian tinggal nyalin.” omel Sasha.

“Hehehe.”

“Eh, Tang, lo tadi nganterin Eny ke rumahnya?” tanya Dewa.

“Heem. Jauh anjir ngalang lagi.”

“WKWK MAMPUS” kata Dewa.

Mereka lalu berbincang-bincang banyak hal. Lalu pulang ke rumah masing-masing.


Bel pulang sekolah berbunyi, menandakan berakhirnya jam pelajaran hari ini.

Seperti biasa, Bintang dan Sasha selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Sudah rutinitas. Apalagi setelah kejadian di pantai waktu itu. Bukannya canggung, justru mereka berdua semakin dekat. Ya, meskipun belum juga ada kejelasan.

Saat Bintang dan Sasha ingin keluar kelas, tiba-tiba ada yang menarik lengan Bintang dari belakang.

“Bintangg, gue nebeng dongg, gaada yang jemput niih.” kata seseorang dengan manja yang tak lain adalah Enzy.

“Gue udah ada barengan Zy.”

“Siapa?” tanya Enzy yang langsung melirik Sasha.

Yang dilirik hanya diam saja memasang muka datarnya.

“Oh Sasha ya? Sha tolong ya, hari ini gue yang pulang bareng Bintang ya? Gue gaada yg jemput soalnya. Lo kan udah sering tuh sama Bintang.”

“Ni cabe kenapa sih.” kata Sasha dalam hati.

“Terus dia bareng siapa?” kata Bintang.

“Ya siapa kek. Ayo lah Bintang, Sha lo bujuk Bintang dong.”

Sasha hanya diam saja daritadi. Karena memang disitu masih ada teman sekelasnya yang daritadi menguping percakapan mereka.

“Waduhh apa ni. Jadi Snzy apa Sasha, Tang?” kata Dewa menghampiri mereka.

“Nah, Sasha bareng Dewa aja gimana?” kata Enzy.

Sasha menghela nafasnya. Daripada makin panjang, toh Enzy tidak akan mengalah juga.

“Gue bareng lo ya, Wa.” kata Sasha.

Bintang kaget, tak mengerti apa maksudnya. 'Males banget' katanya dalam hati.

“Nah, gitu dong yuk Bintang.” kata Enzy langsung menarik lengan Bintang dan keluar kelas menuju parkiran.

“Terus gue nganterin lo nih, Sha?” tanya Dewa.

“Gamau lo?”

“Mau atuh, hayuklah, tapi bagi jawaban tugas mtk ya hehe.”

“Cih ada maunya, yaudah nanti sekalian aja dirumah gue.”

“Sip, gaskuy.”


Sesampainya di rumah Sasha, Dewa turun terlebih dahulu untuk mengerjakan tugas matematika bersama Sasha.

Beberapa saat kemudian, Bintang tiba dirumahnya sehabis mengantar Enzy. Melihat ada motor Dewa yang masih terparkir di depan rumah Sasha, membuatnya penasaran.

“Woy ngapain lo pada.” tanya Bintang saat melihat Sasha dan Dewa yang berada di teras. Ia pun menghampiri mereka.

“Nih, M T K.” kata Dewa.

“Mau juga dong.” kata Bintang langsung mengeluarkan ponselnya dan memfoto pekerjaan mereka.

“Enak banget ya kalian gue doang yang mikir kalian tinggal nyalin.” omel Sasha.

“Hehehe.”

“Eh, Tang, lo tadi nganterin Eny ke rumahnya?” tanya Dewa.

“Heem. Jauh anjir ngalang lagi.”

“WKWK MAMPUS” kata Dewa.

Mereka lalu berbincang-bincang banyak hal. Lalu pulang ke rumah masing-masing.


Pantai selalu menyimpan kenangan. Nana dan Caca, juga mempunyai kenangan tersendiri dengan pantai.

“Ca, lo inget ga dulu waktu kecil kita ngide banget sepedaan ke pantai.” kata Bintang.

“Inget lah, tapi gajadi kan. Kok gamikir ya pantai kan jauh.” jawab Sasha.

“Hahaha yang awalnya ngide kan elo.”

“Ya mana gue tau. Tapi akhirnya sepedaan juga kan di pantai. Tapi berangkatnya sama ayah naik mobil.”

“Haha inget banget gue boncengin lo di pantai gara-gara sepedanya cuma bisa muat satu. Udah di pasir, boncengin lo lagi.”

“Berat?”

“Iya lah.”

“Anjing,” umpat Sasha, “Tapi ya Na, asik tau kalo di pikir-pikir lagi. Kayak jadi kenangan gitu.”

“Iya,” jawab Bintang, “Let's make a memories again in here.”

“Kali ini ngapain?” tanya Sasha.

Bintang menatap Sasha dalam-dalam.

'Cup'

“Lo- lo ngapain cium pipi gue anjir.” kata Sasha salah tingkah sambil agak mendorong Bintang.

“Hehe.”

“Lo- lo nembak gue?” tanya Sasha masih bingung.

“Lo mau nya gitu?” tanya Bintang balik.

“Y-ya terserah lo.” kata Sasha.

“Ya lo mau ga? Kalo mau sekarang kita jadian.” kata Bintang.

“Gue masih bingung,” jawab Sasha, “Gila lo temen gue dari kecil, kalo nanti ada sesuatu dan kita bakal ngejauh lagi gimana?”

“Ya jangan sampe.”

“Gue butuh waktu.”

“Oke. Take your time. Berapa lama pun, gue masih tetep dengan rasa yang sama,” kata Bintang, “Jangan jadi canggung ya Ca abis ini.”

“Iya enggaa,” jawab Sasha, “Ternyata lo bisa serius juga ya hahaha.”

“Ya bisa, lo mau diseriusin?” kata Bintang sambil menunjukkan smirk nya.

“Bubar-bubar.” kata Sasha agak menjauh.

“Caa, lo gamau liat sunset bareng apa? Biar romantis gitu kayak di cerita-cerita gitu.”

“Ga.” jawab Sasha.

Meski Sasha menolak, tetap saja, layaknya sebuah cerita, mereka menikmat sunset berdua.


“Bunda lagi ngapain?” tanya Sasha kepada Bintang setengah berbisik.

Mereka berada di depan pintu rumah Bintang, hendak memberi kejutan untuk Bunda Bintang yang sedang berulang tahun.

“Lagi duduk di ruang tamu. Ayok buruan masuk.” jawab Bintang berbisik juga.


“Selamat ulang tahun kami ucapkan....” nyanyi Bintang dan Sasha bersamaan membuat Bunda Bintang kaget.

“Nanaa, Cacaa, makasih sayangg, Bunda kaget tau.” kata Bunda.

“Hehehe maaf Bun.” kata Bintang dan Sasha bersamaan.

“Bunda tiup ya lilinya.” kata Bunda.

“Yeayy, ini Bun ada cookies juga.” kata Sasha pada Bunda Bintang.

“Waduh makasih sayang, lucu banget hello kitty. Kalo kue ini, bentuk apa ya? Angry bird?” kata Bunda.

“Bunn, itu juga hello kitty Bundaa.” kata Bintang setengah merajuk.

“Oh? Hahaha pasti yang bikin Nana.” kata Bunda.

“Iya Nana tuh katanya bisa malah jadinya kayak gitu😾” kata Sasha.

“Gapapa lebih manusiawi, kalo bagus udah buka toko kue gue.” jawab Bintang.

“Hahaha, udah-udah sekarang makan kuenya aja yuk.” kata Bunda

“Iya, Bun.” kata Bintang dan Sasha kompak.



“Ca, abis ini langsung?” tanya Bintang pada Sasha.

Mereka tengah berada di kelasnya, mendekati jam terakhir.

“Iya.” jawab Sasha.


Jam pulang sekolah pun tiba, Bintang dan Sasha langsung pulang dan membeli bahan-bahan membuat kue.


Selesai berbelanja, mereka langsung bersiap-siap membuat kue. Tak lupa mereka ganti baju agar tidak kotor.

“Ca, gue ada ide bentuk kuenya hello kitty aja.” kata Bintang.

“Ha? Bercanda lo? Masa bunda dikasi kue hello kitty. Lagian ini bikin yg biasa aja gatau berhasil apa engga.” kata Sasha.

“Bunda pernah bilang, dulu suka hello kitty, koleksinya banyak banget sampe-sampe katanya mau diwarisin ke anaknya, tapi malah lahirnya cowo.” jelas Bintang.

“Lo sih malah jadi cowo, kalo lo cewe kan bisa jadi temen gue.” kata Sasha.

“Lah gue kan sekarang juga jadi temen lo?” kata Bintang.

“Masa?” tanya Sasha.

“Rese lo Ca.” kata Bintang.

“Hahaha udahlah ini buruan bikin kuenya.” kata Sasha sambil tertawa.

“Yaudah ayok, hello kitty ya.” kata Bintang tetap percaya diri.

“Yaudah ngikut aja gue.” kata Sasha.