bagian empat.


Cila berada di taman. Hanya ditemani lampu-lampu taman yang redup, ia duduk di salah satu bangku taman yang berdekatan dengan kolam. Sepi, karena memang sudah hampir tengah malam.

Taman ini cukup menyimpan memori untuknya, dan Dika. Setiap kali mereka bertemu pasti selalu singgah di taman ini. Pun tempat ini adalah saksi bisu Dika menyatakan perasaannya pada Cila kala itu.


“Cila.” panggil seseorang yang mulai mendekati Cila.

“Dika, kamu ngapain kesini?”

“Aku mau jelasin ke kamu.”

“Jelasin apa lagi? Kalo itu cuma ga sengaja? Kamu ga sadar?”

“Cila.. Maaf.”

“Diluar itu sengaja atau engga, pasti kamu suka sama dia. Sedikit apapun rasa sukamu itu. Gamungkin kamu ngelakuin itu kalau ga ada rasa apapun.”

“Maaf Cila, maaf. Tapi aku sayang sama kamu.”

“Dika, kata sayang jadi gampang diucapkan ya? Aku ngerasa, semakin lama hubungan kita, malah semakin pudar rasa kita. Jangan bohongi perasaan sendiri. Buktinya udah ada, kalau beneran rasa kamu masih utuh, gamungkin kamu ngelakuin itu. Gamungkin kamu menerima rasanya. Kamu udah bosan. Jadi, kalau kita masih lanjutin ini buat apa lagi? Memang udah waktunya, Dika. Itu kata takdir.”

“Kita bisa perbaiki kalau kita mau.”

“Melawan takdir? Tapi kalau udah kadaluarsa buat apa? Kamu sibuk sama urusanmu, aku sibuk sama urusanku. Apa yang mau dipertahanin? Aku awalnya mikir ini gaakan jadi masalah. Cuma masalah biasa dalam hubungan. Bosan itu wajar. Tapi ternyata ada tokoh lain. Aku selalu percaya sama kamu, Dika. Tapi sekarang, aku gabisa. Hubungan ini udah ga baik-baik aja. Dan aku udah memilih yang terbaik. Yang baik buat aku dan kamu. Kita selesai disini.”

“Kasih aku kesempatan sekali lagi Cila, please. Aku pernah bilang kan sama kamu, aku gaakan ninggalin kamu.”

“Iya, kamu gaakan ninggalin aku. Tapi percuma kalau hatimu bukan cuma buat aku. Aku gabisa lagi. Udah ya? Aku pergi duluan.”

Cila akan pergi meninggalkan tempat itu. Tetapi langkahnya dihentikan oleh Dika.

Dika langsung memeluknya.

“Sebentar aja, Cila.”

Cila diam. Tidak menolak pelukan Dika.

Cukup lama.

“Aku anterin kamu sampe rumah.” kata Dika.

“Gausah, Dika.”

“Please, terakhir.”

Cila pasrah. Mungkin ini juga kali terakhir ia akan bertemu Dika. Dan, selesai.